Memaknai 22 Tahun



Alhamdulillah.. Segala puji bagi Allah, Robb semesta alam. Dengan segala kemahaan-Nya, Ia masih berkenan memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan serta nikmat iman dan islam, kepada diri yang penuh alfa ini. Shalawat dan salam, senantiasa tercurah kepada qudwah terbaik sepanjang zaman, Rasulullah Saw.. Allahumma sholi’ala muhammad wa’ala ali muhammad.. Salam ‘alaika yaa rasulullah.. 

Hari ini, 30 juni 2014.


Usiaku genap menginjak angka 22 tahun. Sebuah nikmat yang tak terhingga karna Allah masih mempercayakan diri ini untuk senantiasa berkelana mengarungi waktu di dunia ini yang tidak tahu sampai batas kapan diberikan padaku. Sebagai manusia, aku hanya mampu meminta kepada-Nya.. Semoga, usia yang diberikan ini, berisi dengan keberkahan dari-nya. Aamiin yaa robbal’alamin.. 

Memaknai usia 22 tahun. 

Tentu ini adalah usia yang cukup matang (harusnya) memaknai “untuk apa aku hidup di dunia ini?” Namun, semuanya tak semudah apa yang dibayangkan. Diri ini masih sering terlena oleh fatamorgana dunia, hingga ketika aku bertanya pada diri sendiri, “pencapaian apa yang tlah berhasil aku capai selaku khalifah di bumi ini?” Maka aku hanya mampu terdiam. Aku belum melakukan apa-apa. 

Namun, di tengah kediaman itu, menyeruak kepermukaan sbuah perasaan haru ketika mengingat begitu banyak nikmat yang sudah Allah berikan kepadaku. Tahun demi tahun berlalu tanpa ada cerita yang terlupa begitu saja. Hampir setiap tahun ada saja cerita seru di balik pergantian tahun usiaku. Hingga tahun ini.. 22 tahun.. 

Alhamdulillah.. Satu cita-cita yang tlah lama diminta kepada-Nya, Allah kabulkan dengan begitu sempurna bagiku. Menggenapkan separuh agama.. 

Alhamdulillah, 30 juni tahun ini begitu berkesan bagiku. Selain tlah genap separuh agamaku Insyaallah, 30 juni tahun ini bertepatan dengan hari ke-2 Ramadhan 1435 Hijriah. Alhamdulillah..

Namun sejatinya, setiap pergantian tahun, yang biasa disebut hari ulang tahun, sesungguhnya adalah moment pengurangan usia yang berskala satu tahun. Ya.. Kita tidak tahu kapan limit waktu yang Allah berikan kepada kita untuk tetap tinggal di dunia ini. Bisa jadi tinggal sehari, dua hari, seminggu, sebulan, setahun, bahkan bisa jadi beberapa detik lagi. Kita tidak tahu…

Belum lagi, tahun ini, sudah 2 atau tiga kali ku dengar kabar kematian sahabat-sahabatku. Apalagi, mereka adalah orang-orang terdekat. Salah satunya baru ku dengar kabar sehari lalu, berita duka dari salah seorang teman SMP yang juga dekat denganku. Enda namanya. Beberapa waktu yang lalu, aku baru saja koment-komenan di fb-nya. Tapi kini ia sudah tinggal nama.

Kejadiannya hampir sama ketika aku kehilangan sahabatku Adi. Tak sempat bersua, bertatap muka, hanya sempat saling sapa di dunia maya, dan akhirnya aku baru dapat mengunjunginya di pusara.

Yaa Robb..

Ajal, rezeki dan jodoh memang hanya Engkau yang tahu.

Tentang jodohku, Insyaallah tlah kau bukakan tabirnya. Kini dia ada di sampingku. Menemani hari-hariku. Mengingatkan kala ku salah, meluruskan kala ku keliru, mengusap air mataku kala mengalir di pipiku, dan menjadi teman bercanda kala bosan menyapa. Dia yang ku cinta, yang ku harap akan membersamaiku hingga syurga ‘And. Seperti cita-cita tertinggi setiap pasangan yang tertulis dalam Qs. Ar-Rad 23-24.

Ya.. Tentang jodohku, Insyaallah tlah dibukakan tabir oleh-Nya.

Tentang rezeki?

Setiap nikmat yang Ia berikan ialah rezeki. Nikmat melihat, mendengar, merasa, menghirup udara, nikmat bangun dari tidur, masih ditemani oleh kedua orang tua, masih bisa merasakan manis pahit asam dan asin di lidah, nikmat berjalan, menyentuh, semua nikmat yang tak mungkin kita hitung, semua adalah rezeki. Dan itu pun insyaallah setiap waktu tlah Allah bukakn tabirnya.

Lalu, bagaimana dengan ajal?

Ya.. Kita tidak akan pernah tahu kapan ajal itu menjemput. Kita tak akan pernah tahu kapan malaikat maut itu menyapa. Yang kita tahu bahwa saat pertemuan itu adalah pasti adanya. Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati, itu janji-Nya. Tapi kapan waktu giliran kita? Atau lebih tepatnya diriku?

Entahlah.. Wallahu’alam..

Terkadang, ada masa ketika kematian begitu terasa menakutkan. Tak jarang kita tersedu karna mengingat perihnya kematian. Namun, seringkali diri ini pun lalai dari mengingat kematian. Panjang angan-angan oleh nikmat dunia. Hingga lupa bahwa kehidupan hakiki hanyalah di akhirat kelak.
Memaknai 22 tahun. Bukan lagi usia yang remaja. Bukan lagi usia yang terbilang muda. Beban di pundak makin berat. Pun pastinya jatah di hidup di dunia berkurang. Tentu saja. Dan waktu bertemu-nya makin dekat.

Akankah khusnul khotimah dan berakhir di jannah?

Atau su’ul khotimah lebih pantas disandang dan neraka pun jadi tempat berpulang?

Sebagai manusia, fitrahnya tentu surga yang diimpikan. Dan smoga, Allah berkenan untuk itu semua..

Memaknai 22 tahun.

Belum banyak hal bermanfaat yang aku lakukan. Bisa jadi, lebih banyak kerusakan yang aku hasilkan. Terutama merusak hati saudara saudariku, merusak hati orang tuaku, merusak hati orang-orang terdekatku. Astagfirullah..

Memaknai 22 tahun di Ramadhan kali ini, sungguh membuatku merasakan kebekuan dalam hati. Mengingat bahwa kematian memang begitu dekat. Terinspirasi dari teman-teman seperjuangan yang tlah lebih dulu memenuhi panggilan-Nya. Lalu bagaimana keadaanku nanti??

Adakah pergi ditangisi? Atau justru di “alhamdulillah”-i?

Na’udzubillahimindzalik..

Menjelang tengah malam, menanti hari ke tiga ramadhan..

Teruntuk doa dari kakak, abang, teman-teman dan adik-adik semua yang ditujukan kepada diri ini, terimakasih yang tak terhingga atas segala kebaikan yang tlah diberi. Mohon maafkan pribadi yang penuh alfa ini. Mohon maafkanlah…

Semoga, ramadhan kali ini bisa kita manfaatkan semaksimal mungkin untuk mendekatkan diri pada-nya. Meninggikan taqwa pada-nya. Hingga nanti kita bisa bersuka ria mendapat ampunan-nya. Hingga syurga dapat kita cicipi kenikmatan-nya. Aamiin.. Aamiin yaa robb.. :’)

0 Response to "Memaknai 22 Tahun "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel