Sudah Produktifkah Aku (Sebagai Istri dan Ibu)?



Adakah diantara kita, para istri dan ibu yang masih bergelut dengan pertanyaan, “sudah produktifkah saya?”

Atau masih ada kah yang merasa bahwa sejak menyandang peran sebagai istri dan juga ibu, ia sudah tak produktif lagi sebagai seorang perempuan?

Merasa bahwa waktu yang ia habiskan tidak memberi manfaat sama sekali. Hanya berkutat pada dapur, sumur dan kasur?

Merasa bahwa ia tak lagi punya sesuatu, yang bisa memberinya sedikit kebanggan?
Kalau semua ini ditanyakan ke umi, jawaban umi ; PERNAH.

Dimasa-masa sangat merasa lelah, pernah umi membenarkan statement yang pernah dilayangkan ke umi ketika hendak menikah dulu. 

“Langkah rani akan  terbatas....”


Namun Alhamdulillah, semakin tercerahkan setelah menonton siaran IG-nya teteh Febrianti Almeera. Berikut rangkuman umi tentang materinya:


***

PRODUKTIFITAS 

Apa itu produktif?

Sekilas, kebanyakan dari kita bisa jadi menyandingkan kata produktif ialah dengan kemampuan menghasilkan uang. Jika berhasil menghasilkan uang, artinya produktif. Ya, harus kita akui bahwa prinsip matrealisme dan hedonisme yang menilai sesuatunya dengan kebendaan, sudah melekat dimasyarakat kita.

Dan peran sebagai ibu rumah tangga sering kali diidentikkan dengan kata tidak produktif. Karena biasanya, ibu rumah tangga hanya fokus pada pekerjaan rumah dan tidak menghasilkan uang.
Tapi, mari kita perbaiki pemaknaan kita terhadap kata produktif. 

Sebab, beda makna akan beda rasanya. 

Contoh:
Jika kita memaknai kehadiran anak sebagai anugerah, rezeki atau buah hati misalnya, maka rasa yang kita hadirkan terhadap anak adalah rasa kasih dan sayang, kelembutan dan kesyukuran. Kita akan menyikapi setiap perkembangannya dengan rasa takjub, membelainya dengan lembut dan bersabar atas sikapnya.

Namun, jika kita memaknai kehadiran anak sebagai beban, maka rasa yang kita hadirkan adalah ketidakpenerimaan, acuh, merasa bahwa kehadiran anak justru membatasi eksistensinya sehingga sikap-sikap yang keluar adalah kasar, tidak sabar dan sebagainya.

BEDA BUKAN?

Maka mari kita perbaiki pemaknaan kita terhadap kata “PRODUKTIF”.

Produktif ialah suatu aktivitas yang menghasilkan nilai tambah atau manfaat tapi poros dari aktivitas itu adalah penghambaan atau pengabdian kepada Allah Subhanahuwata’ala. 

Ini adalah pemaknaan produktifitas secara umum, yang disarikan dari diskusi Teh Pepew bersama suaminya.

Jika poros dari aktivitas kita adalah pengabdian atau penghambaan kita kepada Allah, maka kita telaah lagi, Allah sebagai TUAN kita, sekarang ngasih kita tugas apa yang paling URGENT?

Kita dikasih amanah “Rumah Tangga (Keluarga)” oleh Allah, didalamnya ada suami dan anak-anak. Allah kasih kita peran sebagai istri dan ibu yang paling utama saat ini. Rumah tangga (Keluarga), suami dan anak-anak adalah amanah yang Allah berikan. 

Jadi, seorang istri dan ibu dikatakan produktif ketika ia mampu menunaikan hak-hak dari suami dan anak-anaknya secara tunai. Dengan kata lain aktivitas yang ia kerjakan betul-betul telah menunaikan hak suami dan anak-anaknya, bukan justru mengabaikan keduanya. 

Karena porosnya adalah penghambaan dan pengabdian kepada Allah, dan saat ini peran utama kita ialah sebagai istri dan ibu, maka jika aktivitas yang kita lakukan, sekalipun itu memberi nilai tambah atau manfaat, namun jika tidak berporos pada amanah yang Allah kasih (Suami dan anak-anak), maka itu tidak dikatakan sebagai produktif.

Lalu kegiatan apa saja yang bisa memberi manfaat kepada suami dan anak-anak agar kita dikatakan produktif?

Setiap istri dan ibu pasti punya jawabannya masing-masing.

Namun ketika aktivitas yang kita kerjakan lebih banyak menghasilkan manfaat “untuk luar”, bukan untuk suami dan anak-anak, maka itu tidak dikatakan produktif. Meskipun kegiatan kita banyak dan bermanfaat untuk orang lain.

Jadi belum tentu berkegiatan banyak itu dikatakan produktif. Karena kita mesti menelaah, apakah kegiatan yang banyak itu berporos pada tunainya hak suami dan anak-anak kita? 

Maka, jika ada seorang perempuan yang sudah berperan sebagai istri dan ibu, namun hanya berkutat di dalam rumah, tidak berkontribusi pada lingkungan sekitar, belum tentu dapat dikatakan bahwa ia tidak produktif. Selagi aktivitas dalam rumahnya benar-benar menunaikan hak suami dan anak-anaknya, sehingga TERJADI PERTUMBUHAN NILAI YANG BAIK untuk keluarganya sebagai wujud penghambaan kepada Allah, maka ia tetap dikatakan produktif.

Ukuran produktif bukanlah tentang banyaknya ia ”tampil” (misal di medsos), maka ia dikatakan produktif. Itu indikator siapa?

Jadi, kita pertegas lagi makna produktivitas bagi kita, KARENA BEDA MAKNA BEDA RASA.

Produktif sebagai istri dan ibu adalah ketika ia menebarkan manfaat sebanyak-banyaknya, sebesar-besarnya, setulus-tulusnya, seoptimal-optimalnya, kepada klien utama kita saat ini yaitu suami dan anak-anak. (Teh Pepew)

Ketika urusan domestik kita, suami dan anak-anak tunai dengan baik, maka kita akan leluasa untuk meluaskan kebaikan atau manfaat.

Jadi kontribusi kita sebagai perempuan di masyarakat adalah MELUASKAN MANFAAT.

Kenapa dikatakan meluaskan manfaat? 


Karena kita memulai dari lingkup terkecil dulu (keluarga), baru meluas ke luar. Jadi pondasi kebermanfaatan kita sebagai seorang perempuan yang sudah berperan sebagai istri dan ibu, ialah di dalam rumahnya, untuk keluarganya.

Jika pondasi ga kokoh, keburu ingin meluaskan manfaat keluar biar “kelihatan”, agar diakui, karena salah pemaknaan produktifitas tadi, tapi pondasi terbengkalai (hak anak dan suami terabaikan), ibarat sudah membangun dinding rumah tapi pondasi ga kuat, maka akan AMBYAAAAR. RAPUH!!!
Produktifitas yang tidak berporos kepada pengabdian kepada Allah = RAPUH. 

Penghambaan kepada Allah ketika kita sudah menjadi Istri dan Ibu ialah tunainya hak suami dan anak-anak.

JADI, Produktifitas sebagai perempuan yang sudah menyandang peran sebagai istri dan ibu ialah menjalankan segala aktivitas bermanfaat guna menunaikan hak dari suami dan anak-anaknya sebagai bentuk penghambaan kepada Allah.

Jika aktivitas kita justru lebih banyak memberikan manfaat keluar namun hak suami dan anak-anak tidak tertunaikan, maka kita belum bisa dikatakan sebagai seorang yang produktif. 


PRIORITAS

Karena saat ini Allah kasih kita peran yang paling urgent ialah sebagai istri dan ibu, maka tentu prioritas kita adalah keluarga. 

Jika terjadi “kebingungan” dalam diri kita saat ini, merasa jetleg dengan keadaan, atau merasa hilang arah, merasa bahwa pekerjaan tiada habis-habisnya, ingin mengerjakan banyak hal namun bingung mana yang harus didahulukan, maka mari kita tanyakan pada diri kita; “sebenarnya prioritasku apa?”

Jangan sampai kita mencederai hubungan kita dengan suami dan anak-anak karena kita tidak “total” saat bersama mereka, karena “nyambi” mengerjakan hal lain yang itu bukan prioritas. 

Pekerjaan domestik tetap dikerjakan, tapi berikan batas waktu. Jangan sampai waktu tersita hanya untuk pekerjaan domestik sehingga kita tidak mampu menghadirkan diri kita saat bersama suami dan anak-anak seutuhnya. Apalagi jika kita sibuk bermanfaat di luar namun hak anak dan suami tidak tertunaikan. Na’udzubillahimindzalik


FLEXIBILITAS 

Materi ini mungkin di bahas di igtv yang ketiga oleh teh pepew, tapi karena ada miss jadinya live yang ketiga terputus.

Sedikit ada di bahas di igtv ke dua tapi hanya sekilas. Jadi untuk flexibilitas ini umi menangkapnya:
Adalah kondisi dimana kita dihadapkan pada ketidaksesuaian antara ekpektasi dan realita, maka tindakan yang harus kita ambil adalah mengembalikannya kepada prioritas.

Ya kita flexibel aja, kalo ga sempat masak karena anak-anak keburu bangun misalnya, ya delivery aja. Atau ga sempat nyuci karena anak tiba-tiba sakit dan maunya nemplok aja ke ibuknya, yaudah laundry aja. Turunkan standart kesempurnaan kita. 

Minta petunjuk kepada Allah agar kita selalu berna di jalan yang benar dan tepat. Diskusikan bersama suami jika kita merasa mulai kelelahan dan kebingungan. Posisikan suami sebagai pengambil keputusan agar ego kepemimpinannya terpenuhi. Pastikan kita mendapatkan ridhonya terlebih dahulu. 

Jika suatu saat kita menemui distraksi, maka cobalah untuk mengambil jeda. 

Buat to do list agar kita fokus pada penyelesaian atau solusi.

Buat grateful list agar kita fokus pada kesyukuran pencapaian kita.


Ingat pesan Pak Dodik di Institut Ibu Profesioanal;
“Bersungguh-sungguhlah kamu di dalam, maka kamu akan keluar dengan kesungguhan.”
***

Well, demikianlah hasil resume umi. Akan lebih memahami jika melihat langsung ig tv-nya Teh Pepew. Silahkan dishare jika bermanfaat. 

TERIMAKASIH ^^



0 Response to "Sudah Produktifkah Aku (Sebagai Istri dan Ibu)?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel