Tentang Bayiku -Haitsam Al Husain-

Hasil keisengan umi, setelah gagal ke posyandu karena hujan :D
Yang ku nanti-nantikan kehadirannya selama sembilan bulan lebih, kini telah ada di dalam dekapanku. Sungguh mungil tubuhnya dan rentan pula kelihatannya. Bayi  yang ada di dalam dekapanku kini, memang nampaknya sangat tidak berdaya. Ia sangat tergantung pada diriku. Tetapi, aku pun tlah begitu terikat dengannya.
 Rasa payah, rasa sakit, rasa lemah yang bertambah-tambah selama membawanya bersamaku kala masih di dalam Rahim, seolah tak meninggalkan jejak sesaat setelah tangis pertamanya memecah ruang tempat ia dilahirkan. Begitupun, rasa sakit yang teramat sangat menanti detik demi detik “pembukaan” yang terasa begitu lama kala itu, lenyap seketika ketika tubuh mungilnya yang berbau amis itu diletakkan di atas tubuhku untuk pertama kalinya.

Kulitku yang berpeluh dan kulitnya yang masih berlumuran sisa darah, bertemu. Untuk pertama kalinya, ia pasti mendengar detak jantungku dari luar “rumah”nya yang kokoh. Mendengar detak jantungku yang kini tlah lebih normal karena merasa lega, berhasil melahirkan dirinya yang begitu kecil dan lucu. Ah, bayiku… kini kau ada di pelukanku. 

Kini, tak mampu lagi ku urai bagaimana rasa sakit menyelimuti di waktu-waktu menjelang kelahirannya. Melihat ia tenang di buaian ayahnya kala mengadzani dan mengiqomahkannya, membuatku begitu takjub dengan apa yang sudah ku lewati. Nafas lega ketika aku bisa merasakan bayi kecilku benar-benar tlah berhasil dikeluarkan dari rahimku. Yang ku ingat, wajah haru dari ibuku yang begitu lega anak perempuannya bisa melewati masa kritis, sama seperti yang pernah ia lalui kala melahirkanku dan ketiga abangku.

Ibu… kini aku tlah menjadi seorang ibu… 

Rasa haru pun memenuhi ruang hatiku, ketika lagi-lagi untuk pertama kalinya, bayiku dengan sigapnya menyambar putting susu ibunya. Perawat yang membantu persalinan pun dibuatnya terheran-heran. “Biasanya, bayi baru lahir kesulitan menghisap putting susu ibunya. Yang ini malah langsung bisa..” kata mereka. Aku senang mendengarnya.

Dan sejak saat itu, semuanya berubah. 

Kini aku tlah menyandang status sebagai ibu. Sebuah status yang membuatku lebih tahu makna hakiki kehadiran seorang ibu. Betapa tak mudah. Begitu payah. Wajarlah, jika Rasulullah pernah berpesan, ibumu.. ibumu.. ibumu.. baru kemudian ayahmu.. 

Kini, kulewati hari-hari yang sebelumnya tlah ku bayangkan. Lebih indah dari yang ku bayangkan. Begitu indah ketika tangan mungilnya menggengggam erat jari telunjukku. Begitu indahnya, ketika ia tertidur di buaian tanganku. Begitu indahnya, ketika melihat sumringah senyumnya kala matanya justru terpejam. Hari-hari yang terlewati semakin membuatku takjub akan dirinya dan yang menciptkanya; Allah Swt.

Namun tak ku pungkiri. Rasa lelah tak bisa ku hindari ketika lewat tengah malam ia terjaga, membangunkanku yang justru baru saja dapat memejamkan mata. Rasa panic yang menyambangi kala ia tak mau disusui, dan tak hentinya menangis hingga serak kedengarannya. Tak terpungkiri, rasa kesal dan geram pun kadang hadir ketika ia tak kunjung tidur di saat pekerjaan rumah menunggu untuk diselesaikan, atau saat badan menuntut untuk diistirahatkan. Namun, semua rasa itu luruh ketika wajah bersihnya menunjukkan ekspresi ketidakberdayaan. Seolah ia berkata, “Umi.. aku hanya seorang bayi.. aku tak bisa apa-apa tanpamu.. jangan marah padaku..” 

Ah, maafkan umi, nak. Umi harus banyak belajar untuk bisa mengertimu. walaubagaimanapun, umi bahagia engkau kini ada :)

Bayi kecilku… Aroma tubuhmu begitu wangi walau keringat mengucur deras di kala cuaca begitu panas. Bau mulutmu pun kurindukan karena kau masih suci. Aku, abimu, dan orang-orang disekelilingmu lah nanti yang akan mewarnaimu. Dan aku begitu khawatir tak mampu memberikan warna indah yang indah kepadamu.

Tentang bayiku yang kini akan tumbuh seiring usiaku..
Banyak doa yang dikirimkan untukmu, semoga kelak engkau bisa menjadi anak yang sholeh. Menjadi mujahid dakwah. Menjadi seorang hafidz. Menjadi anak yang cerdas dan bermanfaat bagi orang-orang disekelilingmu. Begitu pula inginku dan keinginan abimu. Semoga doa-doa itu senantiasa membersamaimu seiring tumbuh kembangmu.
Untuk bayiku..
Jagoan kecilku..
Haitsam al Husain..
Selamat datang di dunia, nak..
Selamat datang di tempat persinggahan sebelum kita kembali pulang, kepada-Nya..


Minggu, 05 April 2015 
‏‎16:26:05 Wib 
Saat Haitsam tengah terlelap



2 Responses to "Tentang Bayiku -Haitsam Al Husain-"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel