Menulis dan AKU

Aku suka menulis. Entah sejak kapan, aku pun tak tahu pasti. Sejak mengenal barisan kata ku rasa. Dan semakin membahana ketika masa SMP, bertemu dengan guru Bahasa Indonesia yang sangat memotivasi. Cantik, cerdas, dan baik hati. Beliau yang dengan tulus membimbing aku dan yang lainnya untuk menulis. Menulis di majalah dinding (Madding) saat itu. Sejak saat itu juga lah aku selalu suka dengan yang namanya madding. Terutama menulis.

Sejak saat itu aku mulai menulis diary. Terus dan terus. Bertumpuk-tumpuk buku yang kini menjadi abu. Jujur menyesal membumi hanguskan mereka. Padahal mereka lah teman setia dalam berbagi rasa. Lebih tepatnya untuk dicurahkan rasa. 




Dan sejak aku mendapati amanah sebagai Bupati Mahasiswa, sejak itu pula aku berhenti menulis diary. Aku terlalu lelah untuk sekedar menahan kantuk dan berbagi dengan teman terbaikku.

Ah! Bukan!
Bukan karena itu!
Sebab sebuah alasan yang membuat aku MALU!!!

Jujur, aku cemburu dengan mereka yang mampu untuk terus menulis. Sebab menulis itu indah. Menulis itu pengobat lelah. Menulis itu menguatkan. Segala hal baik ada pada menulis.

Dan beberapa waktu belakangan, aku semakin terpacu untuk menulis. Sebab orang-orang disekelilingku juga. Beruntungnya aku menjadi bagian dari Forum Lingkar Pena. Di sana aku menemukan mereka yang punya cita rasa yang sama.

Sebuah alinea dari Mba Sugiarti yang seorang ketua FLP Wilayah Riau, cukup membuatku menelan ludah.

"Produktifitas seorang wanita dalam menulis dilihat setelah ia mempunyai anak." 

JLEEB!!!

Ketika belum punya si dia dan si kecil, aku belum produktif menulis. BAGAIMANA INI???

Aih. Ini ujian.
Bisakah aku?

Entahlah. Tapi akan selalu ku coba untuk menjadi seperti aku yang dulu.
Menulis. Tentang apa saja.

Karena pernah ada satu masa dimana aku berada pada titik terbawah hidupku. Ketika tak ada sesiapa yang menjadi pendengarku (Selain Allah Swt tentu saja). Ketika aku pernah terluka. Ketika aku pernah kecewa. Ketika aku pernah merasa saat itu adalah akhir dari segalanya... Ketika itu, menulis menjadi sarana untuk mentherapy diriku sendiri.

Meski luka itu belum sembuh benar..
Tapi aku yakin, aku semakin membaik dengan menulis...

Tak perduli dengan apa yang dikata pembaca. Aku hanya ingin jujur berfrasa.
Inilah aku dengan tulisanku.
Inilah aku apa-adanya.

0 Response to "Menulis dan AKU"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel