Perusak Keluarga

Siang ini aku ada janji temu dengan salah seorang teman. Tidak begitu dekat, tapi kami satu sekolah saat SMA.

Sebulan belakangan ini ia sering menghubungiku. Menanyakan beberapa hal tentang pernikahan. Mungkin ia berfikir aku sudah lebih 'senior' karena di angkatan kami aku termasuk yang lebih dulu menikah.

Sudah lima belas menit kami di tempat ini. Bertanya kabar dan membicarakan hal-hal ringan. Sampai pada saat aku bertanya kenapa dia mengajakku untuk berjumpa, barulah kami sampai pada inti pertemuan ini.

Dia : Akun ingin menikah, Ma...

Ya, namaku mawar. Bukan nama sebenarnya.  Dan temanku ini, panggil saja dia Lili. Juga bukan nama sebenarnya.

Aku : Wah, bagus dong... Siapa orangnya? Apa aku kenal?

Dia diam. Ku lihat bahunya terangkat. Menarik nafas agak dalam.

Dia : Suamimu...


Aku tersentak. Rasanya seperti ketika aku disuntik obat bius saat akan operasi Caesar untuk melahirkan dua putraku. Ngilu. Sekujur tubuhku lalu mendingin.

Aku : Tunggu.. tunggu.. apa maksudmu dengan suamiku? Ada hubungan apa antara kalian?

Nada suaraku meninggi. Tapi masih bisa ku kendalikan.

Dia : Tidak ada hubungan apa-apa diantara kami. Hanya saja, aku menyukainya. Aku mencintainya. Rasa itu ada begitu saja. Tak dapat ku kendalikan.

Hatiku bergemuruh. Sesak. Inginku hempaskan semua yang ada didepanku. Bahkan dirinya. Tangan ini sangat ingin memukul wajah sendunya itu.

Aku : Bagaimana bisa kau mencintai suamiku? Bagaimana kau mengenalnya? Kau tidak tahu apa-apa tentang dia.

Dia : Aku mengenalnya. Aku tahu dia adalah laki-laki yang baik. Dia menghormati perempuan. Dia ayah yang bertanggung jawab. Dia juga sangat baik terhadap orang tua. Aku mengenalnya seperti kau mengenalnya!

Aku : Dari mana kau bisa mengenalnya?

Aku semakin geram dengan wanita ini. Hampir tak bisa ku tahan amarahku. Jika tak ingat bahwa kami di ruang publik, entah apa yang bisa ku lakukan pada perempuan dihadapanku ini.

Dia: Dari media sosialmu. Dari setiap postingan yang selalu kau update di sana. Dari setiap caption yang kau jabarkan tentang betapa beruntungnya dirimu memilikinya. Aku mengenalnya dari media sosialmu. Tak pernah kau lewati hari tanpa mengabarkan pada dunia betapa sempurnanya Suamimu dan keluargamu.

Kini aku yang terdiam. Kalimat perempuan ini seakan menampar wajahku. Perih. Hatiku sakit. Egoku runtuh. Aku lunglai.

**

Moms, kisah di atas hanya fiksi. Entah kenapa, sudah sejak lama alur cerita seperti itu ingin saya tulis. Tapi saya belum mampu menuliskannya dengan lebih dramatis. Biar lebih greget gitu.

Kenapa ide tulisan ini bisa muncul?

Jadi ada sebuah tulisan yang pernah saya baca. Isinya tentang larangan untuk seorang istri atau suami mengumbar-umbar kelebihan atau kebaikan pasangannya. Dikhawatirkan akan ada orang lain yang merasa cemburu, kemudian merasa tidak bersyukur dengan pasangannya karena membanding-bandingkan antara pasangannya dengan pasangan kita, mengundang penyakit ‘ain, dan sebentuk kemungkinan buruk lainnya. Intinya, sebuah keluarga bisa rusak karena hal ini. Hadirnya orang ketiga yang tanpa sengaja hadir karena postingan-postingan kita di media sosial. Na’udzubillahimindzalik.

Saya merasa ini penting untuk di ulas sebagai reminder untuk diri sendiri. Bagaimana jika, yang membaca tulisan serupa justru anak gadis atau perempuan matang yang sudah siap menikah, namun belum menemukan sosok yang tepat. Sedangkan di depan matanya terpampang nyata gambaran seorang lelaki mapan yang justru diumbar oleh istrinya sendiri?

“Makanya, tundukin pandangan dong. Jaga hati...” kok umi ngerasa ada yang teriak gitu ya?

Oke baik. Kenyataannya ga semua orang yang lihat postingan kita itu bisa untuk menjaga hati dan menundukkan pandangan. Jika ia ingat Allah, ia akan segera untuk melakukan hal itu. Tapi yang sudah terlanjur menikmati hidangan yang diberikan, gimana cara untuk menghentikannya? Apalagi dengan fenomena pelakor saat ini,

Rasulullah pernah bersabda yang artinya, “Janganlah setelah seorang istri bergaul dengan seorang wanita, kemudian ia menceritakannya dengan DETAIL kepada suaminya, sampai seakan- akan suaminya tersebut melihatnya,” (HR Al- Bukhari)

Kenapa Rasulullah menyatakan larangan ini? Jika sang istri menceritakan wanita lain di depan suaminya dengan penggambaran yang teramat sangat, dikhawatirkan sang suami justru menaruh simpati kepada wanita tersebut. Berlanjut pada rasa suka, dan sebagainya, dan sebagainya.

Begitupun saat kita memposting segala kelebihan suami kita diranah publik, dikhawatirkan ada saudari kita yang terkotori hatinya. Pada akhirnya tidak bersyukur dengan keadaan suaminya, atau justru jatuh cinta dengan suami kita.

“Kebaikan suamiku cukup hanya aku yang tahu. Kebaikan suamimu juga cukup aku yang tahu. Tak perlu wanita lain tahu, kecuali engkau siap dimadu. (Ummu Al-Fatih)

Jujur saya belum siap. Bukan berarti saya menolak syariat poligami ya. Jangan ikut-ikutan buat blunder deeh. :D

Hanya saja semua butuh ilmunya. Jangan sampai keluarga menjadi rusak karena kita menggampang-gampangkan urusan.

Tulisan ini benar-benar REMINDER BUAT SAYA SENDIRI.

Semoga keluarga kita dijauhkan dari segala bentuk kerusakan. Aamiin Yaa Robb...



#rumbelmenulis_iip_pekanbaru
#tantanganmenulis_februari
#day3
#seharisatutulisan
#kelasliterasiibuprofesional
#February 
#day4

6 Responses to "Perusak Keluarga"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel