Cita - Cita Tertinggi di Dunia

Bismillahirrahmanirrahim...

Assalamu’alaikum Februari... ^^

Jadi ceritanya umi mau menghidupkan lagi blog ini yang sudah lama lama lama mati suri. Niatnya one day one post, sekalian ikut programnya rumbel menulis Ibu Profesional Pekanbaru, dan Kelas Literasi Ibu Profesional. Semoga aja bisa konsisten ya, Aamiin... 

Untuk tulisan pertama di bulan ini, umi mau nulis tentang mimpi.

Umi lurusin dulu, nih. Mimpi di sini bukan tentang bunga tidur, ya. Tapi tentang impian atau cita-cita.
Siapa di sini yang punya impian atau cita-cita?

Ya pasti semua punya. Pun juga umi. Dan ada banyak. Impiannya apa? Ya sama seperti anak SD kebanyakan yang kalo ditanya Cita-citanya apa?, jawabannya mentok di jadi dokter, jadi polisi, jadi guru, dan berbagai jenis profesi lainnya.
Dan dulu kalo umi di tanya mau jadi apa, jawabnya......

Ngga begitu inget sih. Cuma dulu pernah, waktu umi jalan sama papa malam hari dan lewat di depan gedung Bank Indonesia yang ada di jalan Sudirman Pekanbaru, terus umi bilang ke Papa, “Pa, 15 tahun lagi rani yang bakalan jadi direktur di sana.” Sambil nunjuk itu gedung. Waktu itu palingan umi umur 9 atau 10 tahun, apalah ngga ingat. Yang pasti masih SD. Dan sekarang udah berapa tahun kemudian ya?

Semakin besar, cita-citanya jadi berubah. Pernah punya cita-cita jadi paskibraka, Alhamdulillah ga terwujud. Pernah punya cita-cita jadi PNS ikut jejak Papa dan Abang, sekarang malah ngga kepikiran lagi buat itu. Pernah cita-citanya jadi dosen, belum kelihatan bakalan tercapai nih. Pernah juga punya cita-cita untuk jadi penulis. Alhamdulillah, udah ada satu buku yang bisa umi bawa kemana-mana dan pada akhirnya dilabelin sebagai penulis. Masyaallah.. 

Jadi impian atau cita-citanya gitu-gitu aja sih. Sampai pada akhirnya umi ketemu motivator yang terkenal dengan rekam jejaknya mewujudkan mimpi-mimpi. Jadi, keikutlah umi buat ngelakuin apa yang beliau lakukan di awal sebelum cerita tentang mimpi-mimpinya terwujud, yaitu menuliskan 100 daftar impian di selembar kertas dan kemudian menempelnya di dinding kamar.

Masyallah.. Alhamdulillah..

Umi memang ngerasain sendiri kalo hal itu bisa memacu umi untuk berusaha mewujudkan daftar impian itu menjadi kenyataan. Meski belum terwujud semua, umi sudah punya bahan cerita yang akan umi ceritain ke Mas Haitsam dan adik-adiknya kelak kalo umi pernah ini, ini dan ini.

Namun sejak jadi ibu, dan memaksakan diri belajar ilmu parenting, umi jadi gusar sendiri. Ada pertanyaan di umi, kira-kira, anak-anak umi nanti besarnya bakalan jadi apa ya. Gimana cara umi mengarahkan mereka untuk bisa “jadi orang”. Jadi manusia bermanfaat biar ga menuh-menuhin dunia ini dengan polusi jenis baru. 

Qodarullah. Beberapa waktu lalu saat umi masih hamil Dik Tsania, umi berkesempatan ikut kelas parenting. Pertemuan kedua kali itu membahas tentang cita-cita tertinggi.
Sebelum disampaikan tentang cita-cita tertinggi kita sebagai manusia yang harus kita tanamkan ke anak, kita harus mengerti terlebih dulu apa tujuan penciptaan kita di dunia ini?

Yap. Ibadah. Ini sesuai dengan firman Allah dalam Qs. Adz Dzariyah  56 : “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku.” 

Nah, ibadah itu maknanya luas. Bukan sebatas sholat, puasa, zakat, tilawah Al Quran, dan sebentuk ibadah wajib lainnya. Tapi segala bentuk perbuatan baik yang kita lakukan semata-mata untuk meraih Ridho Allah, itulah ibadah.

Lalu apa kewajiban kita terhadap anak yang sudah Allah titipkan pada kita?
Tak lain adalah untuk menjadi hamba yang shaleh atau shalehah, yang tumbuh sesuai denga fitrah keimanannya, yaitu HANYA berhamba kepada Allah Subhanahuwata’ala. 

Dalam penciptaannya, Allah membekali manusia dengan akal untuk memahami ayat-ayat Allah Subhanahuwata’ala. Tugas kita sebagai orang tua adalah berupaya mencerdaskan akal mereka untuk benar memahami ayat-ayat Allah tersebut.

Disebutkan ada dua bentuk cita-cita yang bisa orang tua tanamkan pada anak (terlebih dulu pada diri sendiri), yaitu

1.    Cita-cita yang sifatnya BOLEH

Apapun cita-cita yan ingin diwujudkan, asal sifatnya baik maka itu boleh. Entah itu sebentuk profesi seperti dokter, guru, polisi atau sebagainya, atau cita-cita lainnya yang ingin diwujudkan di dunia. Cita-cita ini tentu berbeda tiap orang perorangan. Apapun itu asalkan itu bukanlah suatu perbuatan yang di larang Allah, maka itu boleh.

2.    Cita-cita yang sifatnya HARUS

Nah, cita-cita inilah yang harus ditanamkan betul pada jiwa tiap-tiap kita, pun kepada anak. Agar pandangannya luas dan tidak hanya terpaku pada pencapaian sebuah profesi dalam perjalanan hidupnya dan cita-citanya.

Apa saja cita-cita tertinggi itu?

1.    Menjadi anak yang shaleh atau shalehah
Dalam QS. Al A’raf  189, Allah berfirman
“Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang shalih, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur.”

Anak yang shaleh atau shalehah, tentu menjadi dambaan setiap kita para orang tua. Sebab keberadaan mereka akan memberi kesejukan sendiri pada hati setiap yang memilikinya. Ayat ini mengarahkan kepada kita untuk mendidik anak-anaknya menjadi pribadi yang shaleh atau shalehah. Hal ini di mulai jauh sebelum kedua orang tuanya berkumpul. Hak tiap anak adalah mendapatkan orang tua yang sholeh dan sholehah. Maka, sebelum meminta anak menjadi shaleh atau shalehah, orangtualah terlebih dahulu yang harus membentuk dirinya menjadi seperti demikian.

2.    Menjadi Qurrota’ayun bagi kedua orang tuanya
Dalam Qs. Al- Furqan : 84, Allah berfirman
“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”

Apa yang dimaksud dengan qurrata’ayun? Yaitu apabila kita memandangnya maka akan menyenangkan mata dan hati kita, sebab perilakunya yang senantiasa berbakti kepada orang tua.

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (Qs. Al Kahfi  46)

3.    Menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa
Masih dalam Qs. Al-Furqan : 84.
Banyak orang tua yang mendidik anaknya agar kelak bisa menjadi pemimpin atau mengasah dirinya untuk mempunyai jiwa kepemimpinan. Baik dengan membaca buku atau mengikuti pelatihan leadership. Namun, pemimpin seperti apakah yang ingin kita tanamkan kepada jiwa kita dan anak-anak kita?

Banyak yang bisa jadi pemimpin, namun tak banyak yang bisa menjadi pemimpin orang-orang bertaqwa. Ini adalah tingkatan yang lebih tinggi. Karena untuk bisa menjadi pemimpin orang-orang bertaqwa, tentulah kita harus menjadi lebih bertaqwa diantara yang lainnya.

Hal ini agar kita mampu  untuk memberi warna kebaikan kepada orang-orang disekitar kita. Tidak justru terbawa arus keburukan yang saat ini tersebat disekitar kita. Cita-cita ini mengarahkan kita agar mampu menjadi agent kebaikan dimanapun kita berada.

Terkadang kita menyalahkan orang lain ketika kita atau anak kita berbuat salah. Keikut teman-temannya melakukan kesalahan. Padahal kitalah yang belum menyiapkan diri dan anak kita untuk MAMPU menolah keburukan. Pemimpin orang-orang bertaqwa terlebih dahulu harus mampu memimpin dirinya agar tidak memperturutkan hawa nafsu untuk melakukan kemaksiatan.

4.    Menjadi pengemban Al Quran
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al Qur’an dan mengajarkannya”.
(HR. Bukhari)

Allah mengarahkan kita lewat Rasulullah bahwa predikat terbaik dianta manusia adalah para pengemban Al Qur’an. Bukan sebatas hanya mampu membaca dan belajar untuk dirinya sendiri, namun juga mengajarkannya kepada orang lain. Hal ini menjadi panduan kepada para orang tua agar menjadikan Al Quran sebagai prestasi terbaik.

Semua itu harus dimulai dari orang tua terlebih dahulu. Orang tua harus selalu dekat dengan Al Quran agar kelak anak-anak pun terbiasa dan turut jatuh cinta dengan Al Quran. Sehingga, menjadikan “pengemban Al Quran” sebagai salah satu cita-cita yang berusaha untuk diwujudkan.

5.    Menjadi Uli Albab
Dalam Qs. Ali ‘Imran  191, Allah berfirman:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

Dalam ayat ini Allah mengarahkan kita bahwa ukuran akal yang cerdas adalah akal yang bisa merenungi tanda-tanda kekuasaan Allah dalam setiap makhluk-Nya. Semestinya, semakin tinggi kecerdasan akal, maka semakin tinggi pula ketundukannya kepada Allah. Inilah yang dikatakan cerdas.

Namun banyak kita temui, orang-orang yang dengan kecerdasan akalnya, tinggi IQ-nya namun justru menjadi pengikut barisan orang-orang yang menyekutukan Allah. Apalagi saat ini, banyak orang yang berilmu, yang justru menyesatkan masyarakat awam untuk menjadi orang-orang yang menentang ilmu-ilmu Allah. Mereka menggunakan kefasihan berbahasa mereka untuk menjungkirbalikkan alur fikir sehingga membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar. akal yang tidak sampai menghasilkan iman dalam proses berfikirnya disebut sebagai orang yang dungu (bodoh).

“Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman." Mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.” (Qs. Al Baqarah : 13)

TAMBAH CERDAS, HARUS TAMBAH TAAT.

6.    Menjadi Khoiru Ummah diantara manusia
Dalam Qs. Ali Imran : 110, Allah berfirman:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Dalam ayat ini Allah mengarahkan kita untuk menjadi umat terbaik (Khoiru Ummah), yaitu mereka yang MAU MENANGGUNG BEBAN LEBIH yaitu menyeru manusia untuk melakukan yang baik dan mencegah dari yang munkar (keburukan).

Banyak orang baik, orang yang taat dalam beragama, namun tidak mau, untuk menanggung beban lebih menjadi juru dakwah. Alasannya, merasa belum pantas, karena tidak mempunyai latar belakang ilmu agama. Padahal, Allah akan mamampukan mereka yang terpanggil untuk mengemban amanah ini.

Sebab pelaku keburukan semakin banyak. Mereka yang mengajak pada kemaksiatan semakin terang-terangan melancarkan aksinya. Jika kita masih mementingkan diri sendiri dengan hanya terpaku pada ibadah-ibadah untuk pribadi tanpa mau memikirkan kondisi lingkungan kita, maka tentu kita akan kehilangan kebaikan sebagai khoiru ummah.

Namun yang perlu kita ingat adalah, proses menyampaikan kebaikan dan menyeru keburukan untuk orang lain ini harus dibarengi dengan sentiasa memperbaiki diri. Jangan sampai, lahir juru dakwah yang sibuk menasehati namun lupa untuk membersihkan diri.

Demikianlah, enam cita-cita tertinggi di dunia, yang harus kita tanamkan pada diri sendiri dan anak-anak kita kelak nantinya. Apabila semua cita-cita ini mampu kita tanamkan pada diri dan anak-anak, Insyaallah hidup akan jauh lebih terarah. Apapun profesi kita dan anak-anak kita, jika dibingkai dengan enam cita-cita tertinggi ini, Insyaallah semuanya akan berada dalam rangka kebaikan. Semua ini bermuara pada satu cita-cita besar yaitu untuk mendapatkan keridhoan dan kasih sayang Allah semata. Sebagai tiket agar kelak kita bisa berjumpa dengan-Nya di akhirat nanti. 

Aamiin Yaa Robb..

Semoga bermanfaat 😊
Silahkan dishare dengan tetap menyertakan sumber ya...


#rumbelmenulis_iip_pekanbaru
#tantanganmenulis_februari
#day1
#seharisatutulisan
#kelasliterasiibuprofesional
Pekanbaru, 01 Februari 2019

8 Responses to "Cita - Cita Tertinggi di Dunia"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel