Anugrah Terindah Yang Pernah Rey Miliki
Pagi ini aku datang
lebih awal ke kampus. Hanya mbak-mbak tukang sapu di kampus lah yang aku
dapati. Satpam yang biasa ada di parkiran pun belum Nampak kehadirannya. Ini
memang benar benar masih pagi . Satu jam sebelum mata kuliah di mulai, aku
telah hadir . Rajinnyaa, pikirku.
Aku berjalan dari
parkiran setelah memarkirkan motorku. Hawa dingin masih sangat terasa menemani
langkah kakiku yang rasanya pagi ini agak gontai. Ntah apa yang membuatku
merasa agak malas. Tapi Bismillah. Ku mulai hari ini dengan menyebut nama-Nya.
Semoga hari ini akan ku dapati sesuatu yang berbeda. Amiin . ^^
Aku berjalan melewati
biro-biro di fakultas ini, menuju perpustakaan, tepatnya papan pengumuman yang
ada di depan perpustakaan. Mataku melihat ke seluruh penjuru papan. Berharap
akan ada seminar atau sejenisnya yang bisa aku ikuti. Syukurlah, keinginanku
terkabul. Ahad minggu depan ada seminar bertema “ Good Girls “ yang
diadakan di FMIPA. Kurasakan ada sedikit aliran semangat di tubuhku. Aku harus
ikut, bathinku.
Setelah puas melihat
lihat, ku putuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju ruangan tempat aku akan
mengikuti mata kuliah. Namun tiba tiba , “ BBBUKKK !!! “ . “ Awww. “ ringisku
sambil memegang bahu kananku yang terasa ngilu.
“ Afwan. “ kudengar
ada suara seseorang. “ Ku palingkan wajahku menuju asal suara. “
Astagfirullah. “ batinku lagi. Aku kaget melihat seorang pria di depanku.
Mungkinkah aku bertabrakan dengannya tadi ? Oh tidak. Kali ini aku tidak tahu
harus berkata apa.
“ Aafwan ukhti. Ana
tidak melihat ukhti di depan ana. Ana kurang hati hati. Ada yang sakit ukh? “
katanya sambil hendak memegang bahuku. Aku tersadar dari lamunan. Aku
menghindar dengan sigap,namun dengan gerakan halus agar tak menyinggung perasaannya.
“ Kau bukan mahramku. “ kataku dalam hati.
“ Afwan. Ana juga
minta maaf. “ kataku datar. Lalu kami menyudahi kejadian itu dengan salam. Aku
berbalik dengan masih merasakan ngilu di bahuku. Tadi ku lihat dia sedang
memegang buku yang cukup tebal. Ntah dengan buku atau dengan bahunya, bahuku
bertabrakan. Ah sudahlah . aku berusaha menenangkan diri akan rasa halus yang
hadir saat itu. Ini hanya kecelakaan.
Seminggu berlalu dari
tragedi tabrakan itu. Tapi memoriku masih sangat bisa mereview kembali kejadiannya.
Ku rasakan ada yang tidak beres dengan diriku. Terkadang sebuah pertanyaan
menggelayut dalam hati. Mungkinkah dia ikhwan ? Seperti kakak kakak rohis cowok
di SMA dulu ? Tapi mengapa stylenya tidak menunjukkan bahwa ia seorang ikhwan.
Kemeja yang dilapisi jaket, di temani celana jins, serta tidak ada
jenggot tipis yang menghiasi wajahnya.
Haha. Aku tertawa
dalam hati. Bisa-bisa nya memberi batasan jika ikhwan itu hanya yang bercelana
bahan, berkemeja rapi dan berjenggot tipis. Haha. Tapi dia sangat fasih
sepertinya dengan kata “ ana “, “ ukhti “ dan “ afwan “.
Ahh. Aku
menggelengkan kepalaku. Mencoba membuang jauh -jauh bayang wajahnya.
Wajahnya yang seperti tokoh komik jepang yang sering di gambar sahabatku Anggi.
Posturnya tidak terlalu besar. Tingginya hanya lebih beberapa centi dariku.
Kurus. Tidak terlalu kurus siih. Tapi untuk ukuran cowok. Dia cukup .. manis.
Astagfirullah . Apa
yang aku pikirkan ? Tidak seharusnya aku memikirkan dia. Ya Robb Ampuni
hamba ..
***
Hari dimana seminar
yang aku lihat di papan pengumuman itu, dilaksanakan. Aku mengikuti dengan
seksama untaian demi untaian kalimat yang di utarakan pembicara. Banyak hal
yang ku dapati hari ini. Ini yang membuat aku tak bosan bosan mengikuti seminar
demi seminar. Yah .. tentu saja harus melihat lihat seminarnya membahas tentang
apa. Ya kan ?
Aku ingat sebuah
hadist yang disampaikan pembicara, bahwa Rasulullah SAW pernah melaknat
perempuan-perempuan yang menyerupai laki-laki atau sebaliknya. Betapa
miris hati ini melihat kenyataan yang ada. Kaum wanita terkadang berlomba-lomba
menunjukkan eksistensinya sebagai cewek tomboy. Sedangkan para prianya tak malu
bergaya layaknya perempuan dengan alasan ini kodrat dari Tuhan. Hmp .. Andai
mereka mengikuti seminar ini. Mungkin bisa memberi pencerahan, khayalku.
Aku berjalan sendiri
saat pulang. Temanku Lia yang tadinya ikut bersamaku ke seminar ini, pulang
duluan dengan alasan yang janjinya akan ia ceritakan besok. Tak masalah jika
aku harus berjalan sendiri, yang jadi masalah, aku lupa dimana parkiran!!!
Huhf. Kenapa ruangan tempat seminar harus jauh dari parkiran. Malah harus
melewati banyak koridor. belum lagi ditambah aku ke toilet dulu tadi . Jadilah,
aku kehilangan arah .
Aku harus menenangkan
diri . agar aku tak semakin kacau. Dengan rasa PD yang dinaikan sedikit, aku
melihat kanan-kiri. Mencari jalan ke parkiran. Aku malu bertanya, jadilah
aku sebagai perumpamaan sebuah peribahasa. Malu bertanya, jalan-jalan (
plesetan.com ). Yah .. sekarang aku harus jalan jalan mencari jalan. L sekali
lagi , “ BUKKKK!!! “
“ Awww. “
ringisku sambil memegang bahu kananku yang terasa ngilu.
“ Afwan. “ kudengar ada suara seseorang. “ Ku
palingkan wajahku menuju asal suara. “ Astagfirullah. “ batinku. Aku
kaget melihat seorang pria di depanku. Mungkinkah aku bertabrakan dengannya
tadi ? Oh tidak. Kali ini aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa.
“ Aafwan ukhti. Ana
tidak melihat ukhti di depan ana. Ana kurang hati- ha .. hei .. anti kan ? “
kalimatnya terputus. Ekspresinya menunjukkan bahwa ia sedang berpikir.
Mungkinkah dia memikirkan apa yang aku pikirkan .
“ Sepertinya kita
pernah ketemu sebelumnya . Iya kan ? “ tanyanya mencari kepastian.
“ Oh ya? Ana rasa ..
kita belum pernah ketemu sebelumnya. Mungkin anda salah orang. “ jawabku baku.
Aku lihat dia agak bingung. Ah .. aku tidak nyaman dengan situasi ini.
“ Afwan, ana
minta maaf atas kejadian ini. Ana tidak sengaja. Permisi. “ kataku cepat lalu
berjalan melewatinya.
“ Tunggu ukhti. “
“ Astagfirulla ..”
bathinku. Entah mengapa kaki ku berhenti melangkah. Lalu ku dengar langkah kaki
menuju ke arahku.
“ Ana ingat sekarang.
Kita pernah bertabrakan juga. di FISIP. Di depan perpus. Ukhti ingatkan ?
“ tanyanya. Aku diam. Mencoba mengeluarkan sedikit bakat aktingku. Berpura-pura
tidak ingat, lalu..
“ Ohh . iya,,
sekarang ana ingat . Iya ana ingat. “ kataku sambil tersenyum. Aku mencoba agar
tidak berlebihan.
“ Syukurlah ukhti
ingat. Oh iya . Ukhti ngapain di sini? “
“ Ana habis ikut
seminar tadi di sini. “ jawabku datar. “ Kalau .. ? “ aku balik bertanya dengan
bahasa isyarat.
“ Ana juga habis ikut seminar. Seminar “ Good
Girls “. Ukhti juga ikut seminar itu, bukan ? Soalnya setau ana cuma seminar
itu yang sedang di adakan di sini . “ jawabnya panjang. Aku bingung. Setau ku
seminar itu hanya untuk cewek. Tapi kenapa dia ada ?
“Ukhti .. “ katanya
membuyarkan lamunanku. Aku mengangguk. “ Iya .. iya ana juga ikut seminar itu .
“ jawabku ling lung. Dia tersenyum .
“ Oh iya . kita belum
kenalan. “ katanya. “ Ana Reisha. Panggil saja Rey . “ katanya lagi sambil
mengulurkan tangan. Aku tersentak . Reisha? Bukankan itu nama cewek ? Mungkin
kah .. mungkin kah dia seorang perempuan ? Aku menerka- nerka.
“ Ukhti .. “ katanya membuyarkan lamunan ku
lagi. Aku ragu antara menyambut jabatan tangannya atau tidak . Tapi akhirnya
dengan keraguan itu, aku menyambut tangannya.
“ Ana .. Syara. “
jawabku sambil tersenyum .
Jadilah, perkenalan
itu awal cerita persahabatan kami. Setelahnya, kami berjalan menuju parkiran.
Ternyata dia juga kehilangan arah. Tapi dia santai saja berjalan dengan buku
yang ada ditangannya. Buku yang sekali lagi cukup tebal. Ternyata ini anak
memang doyan baca.
Perkenalan yang unik,
pikirku. Aku terkadang tertawa kecil dalam hati jika mengingat hal ini. Saat ku
tatap wajahnya lekat lekat, baru terlihat di garis wajahnya bahwa ia seorang
cewek. Hanya stylenya yang seperti laki-laki. Tapi tetap saja. Ada yang lain di
hati ini. Sejak saat itu, entah kenapa kami jadi sangat dekat. Dia sering
mengunjungiku ke kelas. Awalnya teman-teman seangkatanku menyangka bahwa ia
adalah pacarku. Aku tertawa kecil jika mendengar komentar mereka. Tapi aku
sendiri terkadang juga merasa, terlepas dia adalah seorang cewek. Aku dan dia
memang terlihat pacaran.
Kami jadi sering
bersama sama. Meski beda jurusan, kebanyakan jadwal kami kompakan. Jadi bisa
lebih sering bertemu. Ntah apa yang membuatku senang ada di dekatnya. Mungkin
karena dia enak di ajak ngobrol.Dia juga dewasa . enak diajak curhat. Seputar
cewek, agama, dan topic-topik yang aku diskusikan dengan ukhti-ukhtiku yang
lain. Dari gayanya, dia memang terlihat seperti cowok tulen. Tapi dalemnya,
masih tersisa kodratnya sebagi cewek. Aku nyaman ada di dekatnya. Aku
diperlakukan sangat baik. Sangat-sangat baik. Aku senang jika dia mengacak acak
kepalaku. Untung saja aku pake jilbab, kalo nggak, pastilah rambutku akan acak
– acakan.
Semakin lama
kedekatan kami membuatku agak lain. Ada rasa yang bersemayam di hati ini. Tapi
aku takut untuk mendiskripsikannya. Jika dia seorang laki-laki, mungkin rasa
yang aku rasakan ini adalah.. ah sudahlah. Aku menepis jauh-jauh perasaan itu.
Juga anggapan orang-orang. Teman-teman cewek yang di kelasku pun sekarang mulai
menyalahkanku karena lebih sering menghabiskan waktu dengannya. Yang cowok
merasa ada yang lain diantara kami. Bahkan kakak-kakak akhwat ada yang sempat
menegurku agar aku menjaga jarak dengan Rey. Aku bingung dengan apa yang
terjadi.
Apa yang salah jika
aku berteman dengan Rey. Dia cewek. Lebih sholehah dari pada teman-teman ku
yang lain. Dia rajin sholat . sering menemaniku menjalankan amanah dakwah (
padahal dia juga jadi sasaran dakwahku. :P ). Mengerjakan tugas bersama. Makan
di kantin. Kemana-mana. Kami dekat. Jika dilihat dari fisik, aku dan Rey
seperti sepasang kekasih. Aku sadar . Tapi aku harus bagaimana? Aku merasa
nyaman-nyaman saja.
Sudah kurang lebih
delapan bulan kami bersama. Aku tetap merasa nyaman. Suatu hari, ada seorang
teman cowok yang ada di satu gerombolan yang saat itu duduk di depan kelas.
Memanggilku.
“ Sya!! “ katanya.
Aku melihat ke arah mereka dan menjawab, “ Apa ? “
“ Mana pacar kamu ? “
tanya seorang lagi . aku heran. “ Pacar ? Siapa ? “
“ Itu .. si Rey .Dia
pacarmu kan ? “ kali ini si Rio yang menyambung. Aku geram.
“ Dia bukan pacarku.
Dia itu cewek . kalian tahu kan ? “
“ Iya , kami tahu . Lalu apa salahnya ? “ kali
ini si buntal Ega yang bertanya.
“ Jelas salah lah .
Kami sama-sama cewek . Mana mungkin pacaran. “ jawabku agak keras.
“ Mungkin saja. Jika ternyata kalian itu
lesbian. “
Aku merasa ada aliran
listrik menyambar ke seluruh tubuhku. Kata kata mereka menyentakku. Mungkinkah
dimata orang hubungan kami sudah sejauh itu? Benarkah hubungan kami sudah
terlalu dekat? Apa benar yangmereka katakan? Apa benar ???!!!
Aku tidak bisa
menjawab argumen mereka. Aku memutuskan untuk meninggalkan tempat aku berpijak
tadi. Mataku panas. Aku takut jika yang mereka bilang itu benar. Aku sadari,
terkadang aku merasa bahwa Rey itu adalah seorang cowok. Saat ia merangkulku.
Memegang tanganku. Perlakuannya begitu istimewa. Aku menyayanginya. Rasa ini
terlalu rumit.
Malam itu , aku
bermunajat kepada-Nya. Memohon ampun atas kesalahanku dalam perkara ini. Aku
memohon petunjuk. Meminta jawaban atas perasaanku. Aku yakin, Allah mengetahui
semuanya. Jiak ternyata memang ada yang salah, aku meminta kebenaran.
***
“ Sya .. Rey mau pake
jilbab. “ kata Rey suatu hari ketika kami ada di rumah Rey.( tidak ada lagi
panggilan ana dan ukhti. Rey bilang panggil nama aja. ) Rumah sederhana namun
asril yang memang disediakan untuknya. Dia tinggal sendiri di sini. Orang
tuanya ada di Bandung. Tepatnya, hanya sang ayah dan ibu tiri serta adik
tirinya. Ibunya rey sudah lama meninggal. Asuhan sang ayah yang salah lah yang
membuat Rey seperti ini.
“ Alhamdulillah. Rey
serius ? “ tanyaku memastikan. Dia mengangguk .
“ Kapan mulainya ? “
“ Secepatnya. “
“ Tapi, jilbab yang
seperi apa yang Rey maksud? “ aku bertanya seperti ini hanya ingin memastikan .
Apa dia akan memakai jilbab panjang seperti ku atau tidak . Aku takut, dia akan
kaget dengan respon orang-orang saat melihatnya mengenakan jilbab.
“ Pengennya sih
seperti punya Sya. Rey mau jadi seperti Sya dan kakak-kakak akhwat lainnya. “
“ Kalo menurut Sya,
kita mulai pelan-pelan dulu. Ntar kita ke toko muslimah tempat Sya sering beli
jilbab atau baju. Ntar di sana kita pilih pilih, mana jilbab yang cocok untuk
Rey . Gimana ? “ jawabku memberi solusi. Rey mengangguk tanda setuju. Aku
tersyemun. Syukurlah.
***
Reysha Asdilla binti
Hermawan. 15 februari 1991 – 10 Oktober 2010.
Aku memegang lemah
papan nama yang tertancap untuk menandakan siapa pemilik gundukan tanah di
tengah pemakaman itu. Tanah yang masih basah dengan taburan kelompak bunga
warna warni. Orang-orang sudah lama pergi dari acara pemakaman. Yang ada hanya
aku dan sebuah buku diary .
Kanker payudara
stadium akhir. Penyakit ini telah merenggut nyawa sahabatku. Dari buku kecil
ini, aku tahu . Hari dimana rey bilang ingin mengenanakan jilbab, adalah
seminggu setelah dia tahu bahwa waktunya tak lama lagi di dunia ini. Tiga hari
setelahnya, Rey mengenakan busana wanita yang rapi. Masih menggunakan celana.
Tapi longgar dan bajunya pun terjulur menutup hingga di atas lutut. Jilbabnya
memang belum panjang, tapi jadilah. Tidak sempit ataupun transparan . hari itu
dia sangat cantik .
Keesokan harinya, Rey
masuk rumah sakit . Tiga hari dirawat. Aku dapati Rey telah jadi mayat. Kangker
payudara itu bersarang karena selama ini Rey selalu menggunakan kain untuk
melilit payudaranya agar tak terlihat jelas. Kanker payudara . Merenggut nyawa
sahabat ku.
Persahabatan yang
singkat. Namun memberi kehangatan yang tak akan pernah aku lupakan. Semoga Rey
di terima oleh Allah. Semoga Rey bukan salah satu diantara orang yang dilaknat
Rasulullah. Semoga Rey bisa jadi wanita sesungguhnya di surga sana. Karena Rey
memang seorang perempuan.
***
09 Oktober 2010
03.30 Am
Dear Syara ..
Rey bersyukur kenal sama Sya. Sya adalah anugrah terindah yang pernah Rey
miliki. Rey janji, ketika kelak kita ketemu di surga, saat itu Rey sudah jadi
seorang bidadari. Doakan agar itu terjadi ya Sya. ^^ Be a Good Girl ..
0 Response to "Anugrah Terindah Yang Pernah Rey Miliki"
Posting Komentar