Ikhwan, Jaga Izzah-mu



Suatu sore, ada seorang adik yang menunjukkan DM-annya di twitter dengan salah seorang akhwat yang merupakan kakak tingkatnya di kampus, namun masih junior saya juga. Setelah baca DM-an mereka itu, saya jadi tergelitik untuk menuliskan tentang apa yang mereka bicarakan. Dengan izin si adik, saya membuka twitternya dan mengcopypaste percakapan mereka tersebut. Begini isinya:

Adik Y : kami –kaum hawa- sayangnya jg punya percaya diri yg brlebihan/bisa dibahasakan lain dgn ‘mudah Ge-Er’. Jd,tolong hati2 dgn perhatianmu itu ;)
Adik K : Ya, aku mrasa tiap lelaki melakukannya, melempar perhatian kemana-mana, apa itu karena jumlah mereka yg minoritas sampe2 bisa 'psang bnyak'?
Adik Y : katanya ikhwan, tapi kok.....................................
Adik K : Itu menyedihkan, tak bisakah menjalaninya dgn cara yg lebih elegan? Atau bhkan diam saja, itu jauh lebih baik.. Asudahlaaaah :/
Saya mencoba untuk tidak menerka-nerka siapa ikhwan yang mereka maksudkan. Tulisan inipun bukan untuk menjudge ikhwan tersebut, atau ikhwan-ikhwan lainnya yang mungkin “merasa tersindir” dengan percakapan mereka itu.
Hanya saja, saya merasa khawatir dengan isi percakapan kedua akhwat ini. Saya mengambil kesimpulan, setelah membaca dan mendengarkan cerita dari adik K, bahwa ada ikhwan di kampus yang terkesan TPTP alian tebar pesona-tebar pesona.
Tebar pesona itu dalam artian seperti ini : Si ikhwan sering memberikan perhatian-perhatian ‘kecil’ kepada salah seorang akhwat. Selidik punya selidik, perhatian serupa tidak hanya diberikan kepada salah seorang akhwat, tapi ke beberapa akhwat. Nah, masalahnya, dari penuturan Adik Y, entah ini benar atau tidak, tapi menurut saya yang notabene juga akhwat, ada benarnya juga apa yang disampaikan adik tersebut, bahwa sayangnya, sebagian besar kaum hawa itu punya pecaya diri yang berlebihan atau bisa dibahasakan mudah kege-eran, jika ada seorang ikhwan yang melontarkan perhatian kepada dirinya.
Menjadi masalah ketika sang akhwat yang mendapatkan perhatian tersebut merupakan kaum hawa yang seperti disebutkan tadi. Pastilah, ketika dia mendapatkan perhatian dari sang ikhwan, hatinya akan menjadi terganggu. Bisa-bisa kege-eran. Kemudian akan menjadi penyakit, apabila sang akhwat tidak memiliki imun yang kuat terhadap perhatian tersebut.
Belum lagi, jika si akhwat kege-eran duluan, padahal si ikhwannya tidak hanya memberikan perhatian ke dirinya sendiri, namun juga ke akhwat-akhwat lainnya. Untuk perkara ini, izinkan saya mengkritisi, apa ada urgensinya bagi sang ikhwan untuk menebar perhatian ke akhwat-akhwat? Jika memang perduli, cukuplah menegur sesuai jalur syari’inya. Jangan person to person. Bikin penyakit!
Katanya ikhwan, tapi kok…
Nah, kalimat ini harus diluruskan terlebih dahulu. Jadi begini, akhwat itu gampang terganggu dengan perhatian-perhatian seperti, “Udah hampir magrib, ukh.. jangan berlama-lama di kampus. Ga baik buat akhwat”, atau “Ga ahsan akhwat pulang malam-malam”, Atau sebentuk perhatian-perhatian lainnya.
Ya.. dalam kaca mata mahasiswa/i kampus yang tlah tarbiyah, teorinya, ikhwat itu tentunya bisa menjaga pergaulan, menjaga pandangan, tidak tebar pesona, tidak ketawa-ketiwi sembarang dan berlebihan dengan mahasiswi-mahasiswi lainnya [tidak tarbiyah] dan predikat-predikat baik lainnya.
“Katanya ikhwan, tapi kok..”
Ini menjadi tugas bersama untuk meluruskannya. Juga jangan sampai lagi tercetus kalimat serupa walau sebaliknya, “Katanya akhwat, tapi kok…”
“Itu menyedihkan, tak bisakah menjalaninya dgn cara yg lebih elegan? Atau bhkan diam saja, itu jauh lebih baik.. Asudahlaaaah :/”
Nah, yang ini maksudnya, jika ada seorang ikhwan yang memang ingin memberikan nasehat kepada saudarinya, ingin menegur saudarinya yang mungkin ada kekeliruan, maka, bersikaplah lebih elegan. Jangan person to person. Lebih baik, sampaikan hal itu kepada yang lebih berhak untuk menyampaikan. Misalnya, sang ikhwan memberitahukan kakak tingkat dari akhwat tersebut perihal kekeliruan sang akhwat dan meminta tolong kakak tersebut untuk meluruskan. Itu lebih elegan saya rasa. Menjadi PR juga buat si kakak untuk menegur sang akhwat dengan ahsan, dan berusaha agar menjaga identitas sang pelapor. Apa yang dilakukan si ikhwan tentu bukan dalam rangka membuka aib si akhwat. Tidak. Tapi memang dalam rangka menasehati dalam kebaikan.
Dalam kasus ‘virus merah jambu’ dikalangan ikhwan-akhwat. Kita tidak bisa menyalahkan salah satu pihak. Yang salah tetaplah keduanya, karna tidak akan pernah ada yang namanya tepukan, jika tangan sebelahnya tak membalas tepukan tersebut.
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya)..” (Qs. An-Nur: 30-31)
Dari ayat tersebut bisa kita ambil kesimpulan bahwa perintah untuk ‘menjaga diri’ itu tidak hanya ditujukan untuk perempuan, namun laki-laki pun diberikan beban yang sama. Jadi jika ada ikhwan yang mengeluarkan statement, “Akhwat, jaga izzah-mu”, maka kini kita kembalikan statement itu kepada kaum adam, “Ikhwan, jaga izzah-mu.”
Tulisan ini bukan bermaksud mengeneralisasikan bahwa setiap akhwat itu begitu, dan semua ikhwan itu begini. Tidak. Tetap ada ikhwan yang sangat menjaga pergaulan dan sikapnya terhadap akhwat, dan tetap ada akhwat yang benar-benar tegas menjaga hatinya terhadap perkara-perkara demikian. Namun kita tak boleh menutup mana, ada diantara ikhwan-akhwat, yang masih longgar penjagaan dirinya terhadap hal-hal yang dibahas di atas tadi. Menjadi tugas kita bersama memastikan bahwa kita tidaklah demikian, dan jangan sampai saudara-saudari kita terjerumus hal itu.
Intinya, ikhwan dan akhwat, marilah sama-sama menjaga. Menjaga bukan dalam arti saling menebar perhatian. TIDAK! Tapi menjaga agar syetan tak menjerumuskan melalui celah-celah hati. Berhati-hatilah dalam bersikap. Untuk akhwat, lebih baik dikatakan sebagai akhwat “galak”, dari pada menimbulkan penyakit bagi hati saudaramu karna sikap mendayumu. Untuk ikhwan, lebih baik dikatakan sebagai ikhwan “kaku dan dingin” dari pada menimbulkan penyakit hati bagi saudarimu karna perhatian dan ramah tamahmu.
Demikian..

0 Response to "Ikhwan, Jaga Izzah-mu"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel