Diary Nada
Nyaris
bernanah karena luka tersayat
Merana
menantikan cinta dan kasih hidupku
Rahasia
itu hanya kau yang tahu
Namun
aku tak mau jadi tuna cinta
Tuntun
hatiku dalam sabar menanti jodohku
Alunan sebuah lagu dari salah seorang penyanyi wanita
yang didaulat sebagai diva Indonesia itu memenuhi ruang dengar Nada. Hatinya
bergemuruh, persis seperti malam itu. Kilatan bergaris saling bersahutan di
langit hitam luar sana. Tatapnya nanar memandangi wajah seseorang yang sangat
tak asing baginya. Wajah yang tergambar dalam sebuah kertas foto tersebut,
lekat dipandanginya. Sesaat hujan turun, diikuti oleh hujan yang melembabkan
mata almondnya.
Nada sesegukan mengingat-ingat kembali masa-masa itu.
Masa dimana rasa yang tak biasa dihatinya mulai mengganggu. Di satu sisi, dan
sisi lainnya menjadikan Nada menjadi lebih riang, bak bunga yang tengah bahagia
menunggu masa mekarnya. Rasa yang bagaikan tetesan hujan di batas kemarau,
mendinginkan ditengah kegersangan. Ya.. rasa itu..
Semua berjalan cepat, hingga Nada tahu, bahwa sosok
ikhwan yang ada di foto itu, menaruh rasa yang sama padanya. Seorang akhwat
yang tengah bersemangat dalam kerja-kerja dakwahnya. Seorang akhwat yang baru
mengerti, inikah cinta?
Tak salah rasa itu hadir, karena itu fitrah dari Maha
Cinta. Namun, Nada tahu pasti, dimana letak kesalahnnya. Salah, disaat
perhatian sudah saling ditebar. Salah, saat komunikasi tlah terlewat batas
wajar. Salah, saat pemantik semangat bergerak itu adalah karena dia. Salah,
saat secara diam-diam, ada bekal yang diletakkan di sudut ruang sekre yang
sengaja dibawa untuk dia. Semua itu salah…
“Ukhti.. kain batik ini ana simpan
dulu ya.. selagi ini masih dengan ana, artinya, ana akan datang, ukhti..”
Pesan singkat ikhwan itu beberapa
waktu lalu, semakin meremukkan hati Nada. Tadinya, pesan itu selalu menjadi
kekuatan bagi Nada untuk menunggu ‘hari itu’. Hari yang dijanjikan dia untuk
menyatukan rasa yang tak biasa di hati mereka. Tapi semua kini ibarat sembilu
yang memberi luka.
***
“ ada sesuatu yang ana letakkan di
sekre, ditempat biasa.. silahkan di ambil. Tapi dilihat nanti jika sudah di
rumah saja..” sebuah pesan singkat di terima Nada dari sebuah nomor handphone
yang tak tersave di di Handphone Nada, namun sangat tersimpan di ingatannya.
***
Segera setelah tiba di rumah, Nada
bergegas menuju kamarnya. Dilihatnya sebuah tas kertas berukuran sedang yang
ada di genggamnya. Nada membuka dengan semangat. Dengan gugup dan harap-harap
cemas Nada langsung mengeluarkan sesuatu dari tas kertas tersebut.
***
“ Kenapa?” Nada bertanya dengan
seseorang di ujung telfon. Yang ditanya hanya diam.
“Kenapa, akhi? Ada orang lain kah
yang mengusik hatimu?” suara Nada meninggi, lirih. Yang ditanya tetap diam.
“ jawablah.. ana butuh sebuah
jawaban..”
“ semuanya sudah terasa datar,
ukhti… “
“ datar bagaimana? Bagaimana bisa? “
“ ana tidak tahu.. perasaan ana kini
sudah datar.. “
“ setelah selama ini? Semudah itu
kah? “
“ ana tidak tahu ukhti..”
“ sebelum kita berangkat KUKERTA,
kita sepakat menjaga komunikasi kita sampai menjelang hari itu tiba. Kita
berjanji menjaga hati masing-masing sampai nanti akh datang meminang ana. Tapi
kenapa akhirnya begini? “
“ akhi.. ana sedang menyelesaikan
tugas akhir ana. Bersabarlah.. bagaimana dengan tugas akhir akh sendiri? Sudah
sejauh apa? Masa wisuda selanjutnya tinggal 5 bulan lagi.. bagaimana dengan
rencana kita kedepannya? “ sambung Raya..
“ entahlah ukhti.. ana tidak tahu..
ana tidak lagi memikirkan hal itu.. jika terjadi, terjadilah.. jika tidak..
tidaklah.. “
“ tapi kenapa? Ada apa? Alasannya
apa? Apa telah engkau temukan seseorang yang lebih menyamankan hatimu selama
kita tak berkomunikasi, akhi? Iyakah? “
“ ukhti, semua tlah terasa datar.. “
“ tapi bagaimana bisa? Saat di sini
ana menjaga hati ana tetap mengarah padamu? Tapi dengan mudahnya engkau
mengatakan semua tlah terasa datar. Bukankah dulu akh yang mengatakan, meskipun
hati itu dapat berubah, namun ia bisa diitiqomahkan. Engkau bilang akan mengistiqomahkan
hatimu untuk ana, ya akhi.. “
“ iya, tapi sulit, ukh.. “
“ sulit? Apa yang menjadikannya
sulit? “
“ entahlah, hanya saja.. semua tlah
terasa datar..”
***
Nada membaca-baca ulang isi
diarynya. Setiap lembar menjadi saksi keindahan cerita itu pada awalnya. Rona
wajah Nada selalu berubah memerah, kala membaca tulisannya sendiri tentang
romantikanya dengan sang pujaan. Setiap untaian janji yang diberikan sang
pujaan, ditulis rapi oleh jamari lentik Nada. Tak ada satupun yang terlewat.
Hingga pun malam ini, persis dilembar terakhir diary yang tersisa.
Diary..
maaf ya.. di awal aku menyuguhkan keindahan padamu.. keindahan atas cinta yang
semu ini.. cerita yang tersembunyi rapat dari netra orang-orang
disekelilingku.. hanya aku, dia, dan Rabb-ku yang tahu.. cerita yang tlah
terukir sekian lama.. cerita yang slalu aku ceritakan padamu.. cerita yang
berawal indah, dan ku harap tak akan berakhir keindahannya.. tapi kini..
Diary.. harusnya aku tak bermain-main dengan kesalahan
ini.. aku yang punya ilmunya tentang hakikat hubungan antara lawan jenis,
justru melanggar batas-batasnya.. aku yang tahu ilmunya, namun tak kunjung
mempraktekkannya..
Diary.. aku jatuh cinta.. dan aku benar-benar terjatuh
karenanya.. kini, apa yang harus aku lakukan setelah semua yang terlewatkan?
Aku sadar selama ini tlah melampaui batas-Nya.. mendahului takdir-Nya.. mendikte-Nya
dengan hanya meminta dia.. Tak mampu ku jabarkan lagi sesakku..
Semoga Allah memaafkanku..
Semoga ini tanda dari Allah untuk menegurku, menyadarkanku..
Bahwa selama ini aku terlalu lama bermain dalam
kesalahan..
Semoga ini tanda Allah ingin aku kembali taat.. tak
menduakan cinta-Nya..
Semoga Allah menerimaku kembali..
“ Ya Allah, jauhkanlah.. sejauh yang aku
butuhkan untuk membuat wajahnya terlihat biasa saja bagi mataku, agar namanya
terdengar biasa saja bagi telingaku.. jauhkanlah.. sejauh yang aku butuhkan
untuk membinasakan rasa yang akarnya tlah tertancap dalam, menggenggam erat
tanah hatiku.. “
***
Telah lama aku bertahan
Demi cinta wujudkan sebuah harapan
Namun ku rasa cukup ku menunggu
Semua rasa tlah hilang
Sekarang aku tersadar
Cinta yang ku tunggu tak kunjung datang
Apalah arti aku menunggu
Bila kamu tak cinta lagi
Namun ku rasa cukup ku menunggu
Semua rasa tlah hilang
Sekarang aku tersadar
Cinta yang ku tunggu tak kunjung datang
Apalah arti aku menunggu
Bila kamu tak cinta lagi
Lantunan sebuah lagu pop Indonesia
kembali memenuhi ruang kamar Nada. Di tengah kesibukannya mengumpulkan semua
barang yang berkaitan dengan dia yang direncanakan Nada untuk dibakar,
tiba-tiba handphone Nada berdering tanda ada pesan masuk. Dari Sari. Sahabat
Nada.
“Assalamu’alaikum, Ukhti.. Hari minggu siang
tidak ada agenda kan? Kita pergi bareng yuk dengan adik-adik UKMI lainnya, ke
walimatul ursynya Akh Rio. Wah.. ntu ikhwan udah duluan aja.. Giliran kita
kapan ya? Ayok, ukhti .. selesaikan segera Skripsi anti.. semangat selesaiin
skripsinyakan katanya ingin menuju 2014.. :D “
Gigil tetiba menggerayang badan Nada.
Sendinya lemas hingga tak mampu menopang badannya yang tlah kering. Nada
terjatuh. Dadanya semakin sakit. Malam itu, tepat sebulan sejak sang pujaan
mengembalikan kain panjang milik Nada, yang ditanda sebagai pengikat antara
mereka. Sang pujaan itu, Rio.
Apalah arti aku menunggu
Bila kamu tak cinta lagi
Bila kamu tak cinta lagi
***
“Cinta yang suci tak layaknya di
semai di ladang yang tak halal..” (Nada Thahirah)
Pernah di terbitkan di kolom pemuda-cerpen dakwatuna.com
http://www.dakwatuna.com/2013/11/16/42257/diary-nada/#axzz2pDCiINOU
0 Response to "Diary Nada"
Posting Komentar